Standar Penilaian dalam Perspektif Standar Nasional Pendidikan
Dosen Pengampu:
Andika Adinanda
Siswoyo, S.Pd., M.Pd
Disusun
oleh:
Kelompok 1
1.
Fitri Nur Lailiyah (150611100122)
2.
Patih Alam Harmahadinata (150611100126)
3.
Ainur Rohmah (150611100130)
4.
Oki Hayu Pradana (150611100141)
5.
Nur Aini (150611100149)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah – Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas matakuliah Evaluasi
Pembelajaran tentang Standar Penilaian dalam Perspektif Standar Nasional
Pendidikan.
Kami menyadari
dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam penyusunan kata, bahasa,
dan sistematika pembahasannya. Sebab kata pepatah “tak ada gading yang tak
retak atau dengan pepatah lain tak ada ranting yang tak akan patah”. Oleh sebab
itu kami sangat mengharapkan masukan atau kritikan serta saran yang bersifat
membangun untuk mendorong kami menjadi
lebih ke depanya.
Akhir kata, kami mengucapkan terima
kasih kepada pembaca yang sudah berkenan membaca makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami dan pembaca. Amin..
Bangkalan, 22
September 2016
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ..................................................................................................... 2
Daftar
Isi .............................................................................................................. 3
Bab
I Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang ........................................................................................... 4
1.2
Rumusan
Masalah....................................................................................... 5
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 5
Bab
II Pembahasan
2.1 Konsep Dasar
Pendidikan Nasional........................................................... 6
2.2 Standar
Nasional Pendidikan..................................................................... 10
2.3 Landasan
Yuridis-Formal Sistem Evaluasi dan Standar Penilaian ............ 13
2.4 Standar
Penilaian Menurut BSNP ............................................................. 20
2.5 Standar
Penilaian oleh Pendidik ................................................................ 25
2.6 Standar
Penilaian oleh Satuan Pendidikan ................................................ 30
2.7 Teknik
Penilaian Menurut BSNP ............................................................... 33
2.8 Perkembangan
dan Permasalahan Ujian Nasional...................................... 35
Bab
III Penutup
3.1
Kesimpulan................................................................................................. 44
3.2
Saran........................................................................................................... 44
Daftar
Pustaka ...................................................................................................... 45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Kita semua telah mengetahui
bahwa standar nasional pendidikan yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 pada dasarnya merupakan kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan pemerintah ini lahir dalam rangka melaksanakan ketentuan yang
diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pada beberapa pasal dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)
diamanahkan perlunya standar nasional pendidikan, seperti pada Pasal 35
dijelaskan tentang standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi,
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkala. Pada Pasal 35juga dijelaskan bahwa standar nasional pendidikan
digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan, selanjutnya ditegaskan bahwa pengembangan
standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan
pengendalian mutu pendidikan.
Bila
dicermati, kita akan paham bahwa standar penilaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik. Pada Peraturan Pemerintah tersebut diamanatkan
tiga jenis penilaian yaitu; (1) penilaian oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan
untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil pembelajaran, (2)
penilaian oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar
kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran sesuai programnya sebagai bentuk
transparansi, profesional, dan akuntabel lembaga, (3) penilaian oleh pemerintah
bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu. penilaian oleh pemerintah, dalam pelaksanaannya diserahkan
kepada BSNP. hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan
untuk pemetaan mutu program, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya,
penentuan kelulusan peserta didik, pembinaan, dan pemberian bantuan kepada
pihak sekolah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Standar penilaian merupakan
salah satu bagian dari Standar Nasional Pendidikan tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab itu, setiap
pendidik harus memahami landasan yuridis maupun filosofis yang melatarbelakangi
munculnya standar penilaian, mekanisme, dan prosedur evaluasi. Termasuk dalam
hal tersebut, bagaimana pendidik menetapkan indikator keberhasilan pembelajaran
dan merancang pengalaman belajar siswa.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah konsep dasar pendidikan
nasional?
2.
Bagaimanakah standar nasional pendidikan?
3.
Apakah landasan yuridis-formal
sistem evaluasi dan standar penilaian?
4.
Bagaimanakah standar penilaian
menurut BSNP?
5.
Bagaimanakah standar penilaian oleh
pendidik?
6.
Bagaimanakah standar penilaian oleh
satuan pendidikan?
7.
Bagaimanakah teknik penilaian
menurut BSNP?
8.
Bagaimanakah perkembangan dan
permasalahan ujian nasional?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui konsep dasar
pendidikan nasional;
2.
Untuk mengetahui standar nasional
pendidikan;
3.
Untuk mengetahui landasan
yuridis-formal sistem evaluasi dan standar penilaian;
4.
Untuk mengetahui standar penilaian
menurut BSNP;
5.
Untuk mengetahui standar penilaian
oleh pendidik;
6.
Untuk mengetahui standar penilaian
oleh satuan pendidikan;
7.
Untuk mengetahui teknik penilaian
menurut BSNP, dan
8.
Untuk mengetahui perkembangan dan permaslahan
ujian nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Dasar Pendidikan Nasional
Pada awal bab ini akan
dibahas terlebih dahulu tentang konsep pendidikan secara umum. Para pakar
pendidikan banyak memberikan pengertian tentang pendidikan berdasarkan sudut tinjauannya
masing-masing. Menurut Carter V. Good dalam Dictionary
of Education, pendidikan itu adalah (1) proses perkembangn kecakapan
seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya, (2)
proses sosial ketika seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungannya yang
terpimpin (sekolah), sehingga dia dapat mencapai kecerdasan sosial dan
mengembangkan pribadinya.
Selanjutnya, Freeman Butt
dalam bukunya Cultural History of Wistern
Education mengemukakan:
1.
Pendidikan adalah kegiatan menerima dan
member pengetahuan, sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke
generasi berikutnya.
2. Pendidikan
adalah suatu proses. Melalui proses ini individu diajarkan kesetiaan dan
kesedihan untuk mengikuti aturan. Melalui cara ini pikiran manusia dilatih dan
dikembangkan.
3. Pendidikan
adalah suatu proses pertumbuhan. Dalam proses ini individu dibantu
mengembangkan bakat, kekuatan, kesanggupan dan minatnya.
Pengertian
pendidikan juga dapat dipahami dari pendekatan monodisipliner, dimana konsep
pendidikan dilihat dalam berbagai disiplin keilmuan, antara lain:
1. Sosiologi,
yaitu melihat pendidikan dari aspek sosial, pendidikan berarti proses
sosialisasi individu.
2. Antropologi,
yaitu melihat pendidikan dari aspek budaya, pendidikan berarti sarana
pertumbuhan budaya.
3. Psikologi,
yaitu melihat pendidikan dari aspek tingkah laku, pendidikan berarti proses
perubahan tingkah laku individu secara optimal.
4. Ekonomi,
yaitu melihat pendidikan sebagai usaha penanaman model insane (human investment).
5. Politik,
yaitu melihat pendidikan sebagai usaha pembinaan kader bangsa.
6. Agama,
yaitu melihat pendidikan sebagai pengembangan kepribadian manusia secara utuh
sebagai hamba Tuhan.
Konsep
pendidikan monodisipliner mempunyai banyak kelemahan, karena melihat pendidikan
hanya dari aspek tertentu saja, sehingga orang tidak memiliki pemahaman yang
komprehensif dan utuh tentang pendidikan. Oleh sebab itu, sebaiknya kita
memahami konsep pendidikan berdasarkan sistem dengan pendekatan
multidisipliner. Sistem
adalah suatu totalitas
yang terdiri atas berbagai komponen yang melakukan interaksi (saling
memengaruhi), interelasi (saling berhubungan), interdependensi ( saling
ketergantungan), dan interpenetrasi (saling menerobos) untuk mencapai tujuan
tertentu. Komponen mengandung arti bagian-bagian yang mempunyai fungsi tertentu
dalam mencapai tujuan sistem. Jika fungsi-fungsi tersebut bekerja dalam
pencapaian tujuan sistem, maka disebut proses. Dengan demikian, pengertian
pendidikan sebagai suatu sistem
adalah suatu keseluruhan yang terdidri atas berbagai komponen pendidikan yang
fungsional untuk mengembangkan kepribadian manusia seutuhnya.
Menyimak
beberapa pengertian pendidikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian
individu melalui proses atau kegiatan tertentu (pengajaran, bimbingan, atau latihan) serta
interaksi individu dengan lingkungannya untuk mencapai manusia seutuhnya (insan
kamil). Usaha yang dimaksud adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan
secara sadar dan terencana, sedangkan kemampuan berarti kemampuan dasar atau
potensi. Asumsinya, setiap manusia mempunyai potensi untuk dapat dididik dan
dapat mendidik. Aspek kepribadian menyangkut tentang sikap, bakat, minat,
motivasi, nilai-nilai yang melekat pada diri seseorang. Pendidikan juga adalah
suatu proses yang didalamnya terdapat berbagai komponen yang saling memengaruhi
dan ketergantungan seperti halnya suatu sistem. Sebagaimana dikemukakan P.H.
Coombs (1986), bahwa sistem
pendidikan terdiri atas 12 komponen utama, yaitu tujuan dan prioritas, peserta
didik, manajemen, struktur dan jadwal waktu, isi/materi, guru dan pelaksana,
alat dan sumber belajar, fasilitas, tekhnologi, pengawasan mutu, penelitian,
dan biaya pendidikan.
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I
pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam
pengertian ini terdapat beberapa implikasi, yaitu:
1. Pendidikan
merupakan usaha sadar artinya, berbagai tindakan yang dilakukan pendidik kepada
peserta didik harus dilakukan secara sadar atau sengaja. Kesadaran tersebut
hakikatnya bukan hanya tertuju kepada pendidik, tetapi kepada semua pihak yang
merasa terpanggil dan berkepentingan dengan pendidikan, baik pemerintah,
masyarakat, orang tua maupun pserta didik itu sendiri. Kalau hanya menuntut
pendidik saja melakukan usaha sadar, tentu hasil pendidikan tidak akan optimal.
2. Pendidikan
harus dilakukan secara terencana. Artinya, pendidikan harus disusun dalam suatu
program. Program pendidikan, antara lain: tujuan pendidikan, kurikulum,
pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana,
dana/biaya pendidikan, manajemen pendidikan, masyarakat, dan evaluasi
pendidikan.
3. Pendidikan
harus dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang kondusif.
Untuk itu, pendidik harus menguasai berbagai strategi dan media pembelajaran,
teknik berkomunikasi yang bersifat multiarah, dan memanfaatkan sumber daya yang
ada secara optimal sehingga pesrta didik tidak merasa jenuh. Untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran yang kondusif, kreatif, dan konstruktif bukanlah suatu perbuatan yang mudah. Hal ini
menuntut kemampuan, kesadaran, dan kesabaran seorang pendidik, apalagi untuk
memenuhi kebutuhan setiap peserta didik. Disinilah pentingnya seorang pendidik
harus memiliki berbagai kompetensi, seperti kompetensi professional, pedagogik,
personal dan sosial.
4. Pendidik
harus melibatkan peserta didik untuk aktif mengembangkan potensi dirinya.
Asumsinya, setiap peserta didik merupakan makhluk yang aktif dan mempunyai potensi dasar untuk
ditumbuh-kembangkan. Tugas pendidik adalah mengaktifkan peserta didik, baik
secara fisik, mental, intelektual, emosional maupun sosialnya, sehingga potensi
dirinya dapat tumbuh dengan lebih baik.
5. Pendidikan
harus mengarahkan peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Implikasinya, isi
pendidikan/kurikulum harus mencakup semua kegiatan dan pengalaman yang
memungkinkan peserta didik untuk menguasai aspek-aspek tersebut.
Dalam pasal 1
ayat (2) Undang-Undang tersebut dikemukakan bahwa “pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada niali-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. Selanjutnya, dalam
ayat (3) dijelaskan bahwa “sistem pendidikan nasional adalah kesuluruhan komponen
pendidikan yang terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidkan
nasional”. Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional diatur dalam Bab II
pasal 3 yang berbunyi “ pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Untuk menyelenggarakan pendidikan nasional,
ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan.
1. Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.
2. Pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka
dan multimakna.
3. Pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan
diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
(UU.No.20/2003 Bab III Pasal 4)
2.2 Standar
Nasional Pendidikan
Dalam Undang-Undang
No.20/2003 Bab I Pasal 1 ayat (17) dikemukakan bahwa “standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hokum Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Standar nasional pendidikan bukan
hanya mengatur tentang standar isi, tetapi juga standar proses, kompetensi
lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,
dan penilaian pendidikan. Standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan
pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi,
penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
Salah satu upaya pemerintah
untuk melaksanakan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, maka ditetapkan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Dalam peraturan ini, khususnya pada Bab II Pasal 2 ayat
(1), dijelaskan bahwa terdapat delapan standar nasional pendidikan, yaitu:
1.
Standar
isi, adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam
kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, beban belajar, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan
kalender pendidikan.
2.
Standar
proses, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Di samping itu, tentunya dalam proses
pembelajaran, pendidik harus memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan harus
melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan proses
pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
3.
Standar
kompetensi lulusan, adalah klasifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai
pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan yang meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok
mata pelajaran, mata kuliah, atau kelompok mata kuliah.
4.
Standar
pendidik dan tenaga kependidikan, adalah kriteria pendidikan prajabatan dan
kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah tingkat pendidikan minimal
yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah
dan/atau sertifikat keahlian yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi
sosial.
5.
Standar
sarana dan prasarana, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi,
dan berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
6.
Standar
pengelolaan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah
yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas.
7.
Standar
pembiayaan, adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi
satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Pembiayaan pendidikan terdiri
atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
8.
Standar
penilaian pendidikan, adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik.
Delapan standar nasional pendidikan ini menunjukkan
bahwa standar penilaian pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari standar
nasional pendidikan, karena itu standar penilaian mempunyai peran dan kedudukan
yang sangat strategis dalam pendidikan. Setiap pendidik harus dapat memberikan
penilaian yang prima dan memperlakukan peserta didik secara adil, objektif dan
bertanggung jawab, tidak terkecuali dalam penilaian pendidikan. Penialaian yang
adil adalah penilaian yang tidak membedakan peserta didik anatara yang satu dan
lainnya, baik dilihat dari latar belakang sosial, ekonomi, agama, budaya, warna
kulit, golongan, bahasa, dan gender.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa standar
penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik.
Artinya, pemerintah sudah mengatur bagaimana tahap-tahap melakukan penilaian,
langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pendidik, dan alat yang digunakan
untuk mengumpulkan informasi.
2.3 Landasan Yurisdis-Formal Sistem
Evaluasi dan Standar Penilaian
1. Undang-Undang No.20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
Dalam Bab I
Pasal 1 ayat (21) dikemukakan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan
pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai
komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai
bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya, dalam Bab
XVI tentang Evaluasi, Akreditas dan Sertifikasi, Bagian Kesatu tentang
Evaluasi, Pasal 57, dijelaskan:
Ayat (1):
evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional
sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
Ayat
(2): evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan
pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan dan jenis
pendidikan.
Dipertegas
lagi dalam Pasal 58:
Ayat
(1): evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
Ayat
(2): evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan
dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh transparan, dan
sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
2. Peraturan Pemerintah R.I.No.19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan
Dalam
Bab I tentang Ketentuan Umum, Pasal 1, dikemukakan:
Ayat
(11): standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar
peserta didik.
Ayat (17):
penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik.
Ayat
(18): evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
pendidikan.
Ayat (19):
ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau
kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.
Ayat
(20): ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari
suatu satuan pendidikan.
Selanjutnya,
dalam Bab IV tentang Standar Proses, Pasal 19 ayat (3), dijelaskan bahwa setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Secara
teknis, penilaian ini diatur dalam Bab IV Pasal 22, yaitu:
Ayat
(1): penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3)
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menggunakan berbagai teknik
penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
Ayat
(2): teknik penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tes
tulis, observasi, tes praktik, dan penugasan perseorangan atau kelompok.
Ayat
(3): untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian
observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam
satu semester.
Khusus
mengenai Standar Penilaian Pendidikan diatur dalam Bab X yang terdiri atas lima
bagian, yaitu:
Bagian
Kesatu: Umum, Pasal 63:
Ayat
(1): penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas:
a. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan
c. Penilaian
hasil belajar oleh pemerintah.
Ayat (2): penilaian pendidikan pada
jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
a. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik, dan
b. Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Ayat (3):
penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua:
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik, Pasal 64:
Ayat (1):
penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat
(1) butir (a) dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Ayat (2):
penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:
a. Menilai
pencapaian kompetensi peserta didik;
b. Bahan
penyusun laporan kemajuan hasil belajar, dan
c. Memperbaiki
proses pembelajaran.
Ayat (3): Penilaian
hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
a. Pengamatan
terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan
kepribadian peserta didik, serta
b. Ujian,
ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Ayat (4):
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan
karakteristik materi yang dinilai.
Ayat (5):
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan
afeksi dan ekspresi psikomorik peserta didik.
Ayat (6): Penilaian
hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan
dilakukan melalui:
a. Pengamatan
terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik
dan afeksi peserta didik, dan
b. Ulangan,
dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Ayat (7): Untuk jenjang pendidikan dasar
dan menengah, BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk:
a. Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. Kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. Kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. Kelompok
mata pelajaran estetika, dan
e. Kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Bagian Ketiga:
Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan, Pasal 65:
Ayat (1):
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal
63 ayat (1) butir (b) bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan
untuk semua mata pelajaran.
Ayat (2):
Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata
pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika,
dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan
penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan.
Ayat (3):
Penilaian akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan hasil
penilaian peserta didik oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 64.
Ayat (4):
Penilaian hasil belajar sebagimana dimaksud pada ayat (1) untuk semua mata
pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan teknologi dilakukan melalui ujian
sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan.
Ayat (5): Untuk
dapat mengikuti ujian sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai
batas ambang kompetensi yang dirumuskan oles BSNP, pada kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, serta kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Ayat (6):
Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Bagian
Keempat: Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah, Pasal 66:
Ayat (1):
Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (1) butir (c)
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan
dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
Ayat (2): Ujian
nasional dilakukan secara objektif, berkeadilan, dan akuntabel.
Ayat (3): Ujian
nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali
dalam satu tahun pelajaran.
Pada
Pasal 67 dikemukakan:
Ayat (1):
Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional yang diikuti
peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalaur formal pendidikan dasar dan
menengah dan jalur nonformal kesetaraan.
Ayat (2): Dalam
penyelenggaraan ujian nasional BSNP bekerja sama dengan instansi terkait di
lingkungan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan
satuan pendidikan.
Ayat (3):
Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Selanjutnya,
dijelaskan dalam Pasal 68 bahwa hasil ujian nasional digunakan sebagai salah
satu pertimbangan untuk:
a. Pemetaan
mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. Dasar
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. Penentu
kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. Pembinaan
dan pemberian bantuan kepada stuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
Kemudian dalam Pasal 69 dikemukakan:
Ayat (1): Setiap
peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur pendidikan
nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan berhak mengulanginya
sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
Ayat (2): Setiap
peserta didik sebagimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti satu kali ujian
nasional tanpa dipungut biaya.
Ayat (3):
Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.
Ayat (4):
Peserta ujian nasional memperoleh surat keterangan hasil ujian nasional yang diterbitkan
oleh satuan pendidikan penyelenggara ujian nasional.
Adapun jenis
mata pelajaran ujian nasional untuk setiapa satuan pendidikan diatur dalam
Pasal 70:
Ayat (1): Pada
jenjang SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat, ujian nasional mencakup
mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Ayat (2): Pada
program paket A, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan
Pendidikan Kewarganegaraan.
Ayat (3): Pada
jenjang SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, ujian nasional mencakup
mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA).
Ayat (4): Pada
program paket B, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Ayat (5): Pada
SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, ujian nasional mencakup mata
pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang
menjadi ciri khas program pendidikan.
Ayat (6): Pada
program paket C, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program
pendidikan.
Ayat (7): Pada
jenjang SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, ujian nasional mencakup mata
pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran yang
menjadi ciri khas program pendidikan.
Dalam pasal 71
dikemukakan bahwa kriteria kelulusan ujian nasional dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan peraturan Menteri.
Bagian Kelima
tentang Kelulusan, Pasal 72:
Ayat (1):
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan
menengah setelah:
a. Menyelesaikan
seluruh program pembelajaran;
b. Memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaran
dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c. Lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan
d. Lulus
ujian nasional.
Ayat (2):
Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikanditetapkan oleh satuan pendidikan
yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan
ditetapkan dengan peraturan Menteri.
2.4 Standar Penilaian Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
Dalam
UU No 20/2003 Bab IX Pasal 35 ayat (3) dijelaskan bahwa pengembangan standar
nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu badan standarisasi, penjaminan, dan
pengendalian mutu pendidikan. Keberadaan badan tersebut diatur dalam PP.
19/2005 Bab XI yang dimulai dari pasal 73, yaitu:
Ayat (1): Dalam
rangka pengembangan, pemantauan dan pelaporan pencapaian standar nasional
pendidikan, dengan peraturan pemerintah ini dibentuk Badan Standart Nasional
Pendidikan (BSNP).
Ayat (2): BSNP
berkedudukan di ibukota wilayah negara republic Indonesia yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada mentri.
Ayat (3): dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, BSNP bersifat mandiri dan professional.
Mengenai
keanggotaan BSNP diatur dalam pasal 74, yaitu:
Ayat (1):
keanggotaan BSNP berjumlah gasal, paling sedikit 11 (sebelas) orang dan yang
paling banyak 15 (lima belas)orang.
Ayat (2):
anggota BSNP terdiri atas ahli-ahli dibidang psikometri, evaluasi pendidikan,
kurikulum, dan menejemen pendidikan yang memiliki wawasan, pengalaman, dan
komitmen untuk peningkatan mutu pendidikan.
Ayat (3):
keanggotaan BSNP diangkat dan diberhentikan oleh menteri untuk masa bakti 4(
empat) tahun.
Selanjutnya,
keorganisasian BSNP diatur dalam pasal 75, yaitu:
Ayat (1): BSNP
dipimpin oleh seorang ketua dan seorang sekretaris yang dipilih oleh dan dari
anggota atas dasar suara terbanyak.
Ayat (2): untuk
membentu kelancaran tugasnya, BSNP didukung oleh sebuah secretariat yang secara
ex-officio diketuai oleh pejabat
departemen yang ditunjuk oleh menteri.
Ayat (3): BSNP menunjuk tim ahli yang bersifat ad-hoc sesuai dengan kebutuhan.
Adapun tugas dan
wewenang BSNP diatur dalam pasal, 76 yaitu:
Ayat (1):
BSNPbertugas membantu menteri dalam mengembangkan, memantau, dan mengendalikan
standar nasional pendidikan.
Ayat (2): stndar
yang dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan mengikat semua satuan
pendidikan secara nasionalsetelah ditetapkan dengan peraturan menteri.
Ayat (3): untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BSNP berwenang:
a. Mengembangkan
standar nasional pendidikan;
b. Menyelenggarakan
ujian nasional;
c. Memberikan
rekomendasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan
pengendallian mutu pendidikan, dan
d. Merumuskan
kriteria kelulusan dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah.
Ditegaskan
dalam Pasal 77 bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam
pasal 76 ayat (3), BSNP didukung dan berkoordinasi dengan departemen yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama, dan dinas yang menangani
pendidikan di provinsi/kabupaten/kota.
Dalam
rangka menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya, BSNP telah menyusun
pedomanpenilaian yang terdiri atas:
1. Naskah
akademik; berisi berbagai kajian kajian teoritis dan hasil-hasil penelitian
yang relevan dengan penilaian, baik yang dilakukan oleh pendidik, satuan
pendidikan, ataupun pemerintah.
2. Panduan
umum; berisi pedoman dan panduan umum yang berupa rambu-rambu penilaian yang
harus oleh semua guru mata pelajaran. Panduan ini juga berlaku untuk semua mata
pelajaran.
3. Panduan
khusus; berisi rambu-rambu penilaian yang harus dilakukan guru pada kelompok
mata pelajaran tertentu alam menyusun kisi-kisi penilaian yang menyatu dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran, kisi-kisi untuk ulangan akhir semester, cara
menentukan skor akhir dan kriteria dari peserta didik yang dapat dikualifikasikan
“baik” dan dapat dinyatakan luus pada kelompok mata pelajaran tertentu. Panduan khusus ini terdiri atas 5 seri,
yaitu:
a. Panduan
penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
b. Panduan
penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c. Panduan
penilaian kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
d. Panduan
penilaian kelompok mata pelajaran estetika, dan
e. Panduan
penilaian kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
Setiap seri panduan khusus kelompok mata pelajaran
berisi rambu-rambu penilaian yang harus dilakukan oleh gurukelompok mata
pelajaran dalam menyusun kisi-kisi penilaian yang menyatu dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran, kisi-kisi untuk ulangan akhir semester, cara
menentukan skor akhir dan kriteria dari peserta didik yang dapat
dikualifikasikan “baik” dan dapat dinyatakan lulus pada kelompok mata pelajaran
tertentu.
Menurut BSNP
penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
prestasi atau kinerja peserta didik. Hasil penilaian digunakan untuk melakukan
evaluas, yaitu pengambilan keputusan terhadap ketuntasan belajar peserta didik
dan keefektivitasan proses pembelajaran. Informasi tentang prestasi dan kinerja
peserta didik tersebut merupakan hasil yang diperoleh melalui kegiatan
penilaian, baik dengan pengukuran maupun nonpengukuran. Dengan kata lain,
penilaian adalah proses pengukuran dan nonpengukuran untuk memperoleh data
tentang karakteristik peserta didik dengan aturan tertentu. Dari hasil
pengukuran akan selalu diperoleh angka-angka atau data numeric (kuantitatif),
sedangkan dari hasil nonpengukuran akan diperoleh data kata-kata (kualitatif).
Informasi tersebut dapat digunakan oleh pendidik untuk berbagai keperluan
pembelajaran, seperti menilai kompetensi ppeserta didik, bahan penyusunan
laporan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa penilaian pendidikan adalah proses rangkaian kegiatan
untuk menganalisis dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan,
sehingga hasil penilaian tersebut dapat menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
BSNP
mengemukakan prinsip-prinsip umum
penilaian hasil belajar sebagai berikut;
1. Mendidik,
artinya proses penilaian hasil belajar harus mampu memberikan sumbangan positif
pada peningkatan pencapaian hasil belajar peserta didik. Hasil penilaian harus
dapat memberikan umpan balik dan motivasi kepada peserta didik untuk lebih giat
belajar.
2. Terbuka
atau transparan, prosedur penilaian, kriteria penilaian ataupun dasar
pengambilan keputusan harus disampaikan secara transparan dan diketahui oleh
pihak-pihak terkait secara objektif.
3. Menyeluruh,
penilaian hasil belajar yang dilakukan harus meliputi berbagai aspek kompetensi
yang akan dinilai dan terdiri atas ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
4. Terpadu
dengan pembelajaran, dalam melakukan penilaian kegiatan pembelajaran harus
mempertimbangkan kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga penilaian tidak
hanya dilakukan setelah siswa menyelesaikan pokok bahasan tertentu, tetapi juga
dalam proses pembelajaran.
5. Objektif,
proses penilan yang dilakukan harus meminimalkan pengaruh-pengaruh atau
pertimbangan subjektif dari penilai.
6. Sistematis,
penilaian harus dilakukan secara terencana dan bertahap secara berkelanjutan
untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik.
7. Berkesinambungan,
penilaian harus dilakukan secara terus menerus sepanjang rentang waktu
pembelajaran.
8. Adil,
dalam proses penilaian tidak ada peserta didik yang diuntungkan atau dirugikan
berdasarkan latar belakang social, ekonomi, agama, budaya, bahasa, suku bangsa,
warna kulit, dan gender.
9. Pelaksanaan
penilain menggunakan acuan kriteria, dalam penilain harus ada kriteria tertentu
untuk menentukan kelulusan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ditegaskan oleh
BSNP bahwa dalam proses penilaian perlu diperhatikan prinsip-prinsip khusus
sebagai berikut:
1. Penilaian
ditunjukkan untuk mengukur encapaian kompetensi. Untuk itu harus dipahami bahwa
proses penilaian merupakan bagian integral dari kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui tingkat pencapaian standart kompetensi
lulusan.
2. Penilaian
menggunakan acuan kriteria, yaitu keptusan diambil berdasarkan apa yang
seharusnya dapat dilakukan oleh peserta didik setelah mengikuti proses
pembelajaran. Sesuiai dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi, penilaian
yang dilakukan harus didasarkan pada acuan kriterium, yaitu membandingkan hasil
yang telah dicapai peserta didik dengan kriteria yang telah ditetapkan.
3. Penilaian
dilakukan secara keseluruhan dan berkelanjutan. Penilaian oleh pendidik bukan
merupakan bagian terpisah dari proses pembelajaran, sehingga proses penilaian
dilakukan sepanjang rentang proses pembelajaran. Apabila peserta didik telah
mencapai standart, maka dapat dinyatakan lulus dalam mata pelajaran tertentu,
tetapi bila belum mencapai standar , maka harus mengikuti pengajaran remidi
sampai dapat mencapai standart kompetensi minimal yang dipersyaratkan.
4. Hasil
penilaian digunakan untuk menentukan tindak lanjut. Tindakan lanjutan dari
penilaian dapat berupa perbaikan proses pembelajaran, program remidi bagi
peserta didik yang tingkat pencapaian hasil belajarnya berada di bawah kriteria
ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah mencapai
kriteria ketuntasan.
5. Penilaian
harus sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dengan proses
pembelajaran. Hal ini terkait erta dengan pemahaman bahwa penilaian tidak
dipisahkan dari kegiatan pembelajaran secara keseluruhan.
2.5 Standar
Penilaian oleh
Pendidik
Menurut BSNP,
standar penilaian oleh pendidik mencakup standar umum, standar perencanaan,
standar pelaksanaan, standar pengolahan dan pelaporan hasil penilaian serta
standar pemanfaatan hasil
penilaian.
1.
Standar Umum Penilaian
Standar umum penilaian adalah aturan main dari
aspek-aspek umum dalam pelaksanaan penilaian. Untuk melakukan penilaian,
pendidik harus selalu mengacu pada standar umum penilaian. BSNP menjabarkan
standar umum penilaian ini dalam prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pemilihan teknik penilaian disesuaikan dengan
karakteristik mata pelajaran serta jenis informasi yang ingin diperoleh dari
peserta didik.
b. Informasi yang dihimpun mencakup ranah-ranah yang
sesuai dengan standar isi dan standar kompetensi kelulusan.
c. Informasi mengenai perkembangan perilaku peserta
didik dilakukan secara berkala pada kelompok mata pelajaran masing-masing.
d. Pendidik harus selalu mencatat perilaku peserta
didik yang menonjol. Baik yang bersifat positif maupun negative dalam buku
catatan perilaku.
e. Melakukan sekurang-kurangnya tiga kali ulangan
harian menjelang ulangan tengah semester, dan tiga kali menjelang ujian akhir
semester.
f. Pendidik harus menggunakan teknik penilaian yang
bervariasi sesuai dengan kebutuhan.
g. Pendidik harus selalu memeriksa dan memberi balikan
kepada pesserta didik atas hasil kerjanya sebelum memberikan tugas lanjutan.
h. Pendidik harus memiliki catatan kumulatif tentang
hasil penilaian untuk setiap peserta didik yang berada di bawah tanggung
jawabnya. Pendidik harus pula mencatat semua kinerja peserta didik untuk
menentukan pencapaian kompetensi peserta didik.
i.
Pendidik
melakukan ulangan tengah dan akhir semester untuk menilai penguasaan
kompetensi sesuai dengan tuntutan dalam
standar kompetensi (SK) dan standar lulusan (SL).
j.
Pendidik yang
diberi tugas menangani pengembangan diri harus melaporkan kegiatan peserta
didik kepada wali kelas untuk dicantumkan jenis kegiatan pengembangan diri pada
buku laporan pendidikan.
k. Pendidik menjaga kerahasiaan pribadi peserta didik
dan tidak disampaikan kepada pihak lain tanpa seizing yang bersangkutan maupun
orang tua/wali mulid.
2.
Standar
Perencanaan Penilaian
Standar
perencanaan penilaian oleh pendidik merupakan prinsip-prinsip yang harus
dipedomani bagi pendidik dalam melakukan perencanaan penilaian. BSNP
menjabarkannya menjadi tujuh prinsip sebagai berikut:
a. Pendidik
harus membuat rencana penilaian secara terpadu dengan silabus dan rencana
pembelajarannya.perencanaan penilaian setidak-tidaknya meliputi komponen yang
akan dinilai, teknik yang akan digunakan serta kriteria pencapaian kompetensi.
b. Pendidikan
harus mengembangkan kriteria pencapaian kompetensi dasar (KD) sebagai dasar
untuk penilaian.
c. Pendidik
menentukan teknik penilaian dan instrument penilainnya sesuai dengan indicator
pencapaian KD.
d. Pendidik
harus menginformasikan seawal mungkin mungkin kepada peserta didik tentang
aspek-aspek yang dinilai dan kriteria pencapaiannya.
e. Pendidik
menuangkan seluruh komponen penilaian ke dalam kisi-kisi penilaian.
f. Pendidik
membuat instrument berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat dan dilengkapi
dengan pedoman penskoran sesuai dengan teknik penilaian yang digunakan.
g. Pendidik
menggunakan acuan kriteria dalam menentukan nilai peserta didik.
3.
Standar
Pelaksanaan Penilaian
Dalam
pedoman umum penilaian yang diusun oleh BSNP, standar pelaksanaan penilaian
oleh pendidik meliputi:
a. Pendidik
melakukan kegiatan penilaian sesuai dengan rencana penilaian yang telah disusun
di awal kegiatan pembelajaran.
b. Pendidik
menganalisis kualitas instrument dengan mengacu pada persyaratan instrument
serta menggunakan acuan kriteria.
c. Pendidik
menjamin pelaksanaan ulangan dan ujian yang bebas dari kemungkinan terjadinya
tindak kecurangan.
d. Pendidik
memeriksa pekerjaan peserta didik dan memberikan umpan balik dan komentar yang
bersifat mendidik.
4.
Standar
Pengolahan dan Pelaporan Hasil Penilaian
Dalam
pedoman umum penilaian yang disusun oleh BSNP, standar pengolahan danpelaporan
hasil penilaian oleh pendidik meliputi:
a. Pemberian
skor untuk setiap komponen yang dinilai.
b. Penggabungan
skor yang diperoleh dari berbagai teknik dengan bobot tertentu sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan.
c. Penentuan
satu nilai dalam bentuk angka untuk setiap mata pelajaran, serta menyampaikan
kepada wali kelas untuk ditulis dalam buku laporan pendidikan masing-masing
peserta didik.
d. Pendidik
menulis deskripsi naratif tentang akhlak mulia, kepribadian, dan potensi
peserta didik yang disampaikan kepada wali kelas.
e. Pendidik
bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya dalam rapat dewan guru untuk
menentukan kenaikan kelas.
f.
Pendidik bersama wali kelas menyampaikan
hasil penilaian kepada rapat dewan guru untuk menentukan kelulusan peserta
didik pada akhir satuan pendidikan dengan mengacu pada
persyaratan kelulusan satuan pendidikan.
g.
pendidik
bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya kepada orang tua/wali
peserta didik.
5. Standar
Pemanfaatan Hasil Penilaian
Sesuai dengan pedoman umum
penilaian yang dikeluarkan oleh BNSP, ada lima standar pemanfaatan hasil
penilaian, yaitu:
a.
Pendidik
mengklasifikasikan peserta didik berdasar tingkat ketuntasan pencapaian Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).
b.
Pendidik
menyampaikan balikan kepada peserta didik tentang tingkat capaian hasil belajar
pada setiap KD disertai dengan rekomendasi tindak lanjut yang harus dilakukan.
c.
Bagi
peserta didik yang belum mencapai standar kelulusan, pendidik harus melakukan
pembelajaran remedial agar setiap peserta didik dapat mencapai standar
ketuntasan yang dipersyaratkan.
d.
Kepada
peserta didik yang telah mencapai standar ketuntasan yang dipersyaratkan dan
dianggap memiliki keunggulan, pendidik dapat memberikan layanan pengayaan.
e.
Pendidik
menggunakan hasil penilaian untuk mengevaluasi efektivitas kegiatan
pembelajaran dan merencanakan berbagai upaya tindak lanjut.
Selanjutnya, mengenai tujuan penilaian hasil belajar
oleh pendidik telah disinggung PP.19/2005 pasal 64 yang menyatakan bahwa
penilaian hasil belajar oleh pendidik diarahkan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil pembelajaran. Secara terperinci dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1.
Menilai
pencapaian kompetensi peserta didik. Penilaian yang dilakukan oleh pendidik ini
harus berbasis kompetensi, terencana, terpadu, menyeluruh, dan
berkesinambungan, sehingga diharapkan pendidik dapat mengetahui tingkat
kompetensi yang dicapai oleh peserta didik, meningkatkan motivasi belajar, dan
mampu mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi minimal yang telah
ditentukan.
2.
Sebagai
penyusunan laporan hasil belajar. Melalui proses penilaian yang menyeluruh dan
berkesinambungan, pendidik dapat memberikan skor untuk setiap komponen yang
dinilai, menggabungkannya, dan menentukan satu nilai dalam bentuk angka untuk
setiap mata pelajaran, kemudian bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaian
tersebut kepada dewan guru maupun orang tua dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
3.
Memperbaiki
proses pembelajaran. Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi
yang bersifat multiarah antara pendidik dan peserta didik dengan memanfaatkan
sumber-sumber belajar. Sebagai suatu proses, di dalam pembelajaran tertentu
melibatkan berbagai komponen yang saling berinteraksi dan ketergantungan. Hasil
penilaian diharapkan dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki semua komponen
pembelajarn yang terlibat sehingga kualitas proses pembelajaran dapat terus
ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan salah stu fungsi penilaian itu sendiri,
yaitu fungsi formatif.
4.
Membantu
meningkatkan kompetensi pendidik dalam mengajar dan membantu peserta didik
mencapai perkembangan optimal dalam proses dan hasil pembelajaran. Hasil
penilaian bukan hanya untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi peserta
didik, tetapi juga sebagai feedback
untuk meningkatkan kompetensi pendidik dalam mengajar. Kegiatan penilaian harus
dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pembelajaran secara
menyeluruh dengan menggunakan berbagai teknik dan bentuk penilaian serta
mengacu pada pendekatan penilaian berbasis kelas.
5.
Penilaian
berbasis kelas merupakan salah satu pilar dari kurikulum berbasis kompetensi.
Penilaian berbasis kelas adalah suatu proses pengumpulan dan pengguanaan
informasi oleh guru untuk membantu memberikan nilai terhadap proses dan hasil
belajar peserta didik berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya, sehingga akan
diperoleh profil kemampuan peserta didik sesuai dengan kompetensi yang
ditetapkan dalam kurikulum. Salah satu faktor yang memengaruhi efektivitas
pembelajaran adalah penilaian berbasis kelas. Untuk itu, apapun tindakan gurur
di dalam kelas harus diarahkan untuk membantu peserta didik melakukan perubahan
tingkah laku untuk mencapai kompetensi setiap mata pelajaran. Dengan kata lain,
manfaat penilaian bukan hanya untuk menentukan nilai peserta didik yang
dituangkan dalam buku rapor atau hal-hal yang bersifat administrative saja, tetapi
juga membantu peserta didik dan orang tua dalam memahami perkembangan belajar
peserta didik.
2.6
Standar Penilaian oleh Satuan Pendidikan
Menurut BSNP ada dua standar
pokok yang harus diperhatikan dalam penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan, yaitu:
1.
Standar
penentuan kenaikan kelas. Standar ini terdiri atas tiga hal pokok, yaitu:
a.
Pada
akhir tahun pelajaran, satuan pendidikan menyelenggarakan ulangan kenaikan kelas.
b.
Satuan
pendidikan menetapkan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) pada setiap
mata pelajaran. SKBM tersebut harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
c.
Satuan
pendidikan menyelanggarakan rapat Dewan pendidikan untuk menentukan kenaikan
kelas setiap peserta didik.
2.
Standar
penentuan kelulusan
a.
Pada
akhir jenjang pendidikan, satuan pendidikan menyelenggarakan ujian sekolah pada
kelompok mata pelajaran IPTEKS.
b.
Satuan
pendidikan menyelenggarakan rapat dewan pendidikan untuk menentukan nilai akhir
peserta didik pada:
1)
Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
2)
Kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3)
Kelompok
mata pelajaran estetika, dan
4)
Kelompok
mata pelajaran jasmani olahraga dan kesehatan untuk menentukan kelulusan.
c.
Satuan
pendidikan menentukan kelulusan peserta didik berdasarkan kriteria kelulusan
yang telah ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah No.19/2005 pasal 72 ayat (1) yang menyatakan bahwa peserta
didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikn pada pendidikan dasar dan menengah
setelah:
1)
Menyelesaikan
seluruh program pembelajaran;
2)
Memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan;
3)
Lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan
4)
Lulus
ujian nasional.
Dalam
hal penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, BSNP menegemukakan ada dua sistem
yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk mempromosikan peserta didiknya ke
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yaitu:
1.
Sistem
kredit atau bahan belajar, yaitu sistem yang tidak mengenal kelas. Dalam hal
ini peserta didik dapat menyelesaikan program belajarnya sesuai dengan
kemampuan individual. Melalui sistem ini setiap peserta didik dapat
menyelesaikan dan memilih program belajarnya dengan kecepatan masing-masing.
Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa ada peserta didik yang dapat menyelesaikan
beban belajar lebih cepat karena memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi,
tetapi ada juga peserta didik yang belajar lebih lambat sehingga membutuhkan
waktu lebih lama.
2.
Sistem
kenaikan kelas (grade) adalah sistem
yang program belajar peserta didiknya terstruktur dalam paket-paket kelas.
Dalam sistem ini dua tradisi kenaikan kelas yang dikembangkan, yaitu kenaikan
kelas secara otomatis dan sistem kenaikan kelas. Di Indonesia, pada umumnya
masih menggunakan sistem kenaikan kelas dengan kriteria tertentu.
Sistem
kenaikan kelas dengan kriteria tertentu ini dapat dibedakan antar peserta didik
yang sudah menguasai kompetensi minimal yang dipersyaratkan dengan peserta
didik yang belum menguasai kompetensi minimal sehingga harus tinggal kelas.
Untuk itu, bagi peserta didik yang belum menguasai kompetensi minimal dapat
diberikan tindakan atau treatment
melalui tiga pendekatan. Pertama, mengulang
kelas dan belajar bersama-sama dengan teman-teman yang baru naik kelas dari
kelas di bawahnya. Kedua, bias naik
kelas, tetapi harus mengulang mata pelajaran yang belum dikuasai. Ketiga, mengikuti pembelajaran remedial
pada beberapa mata pelajaran sebelum peserta didik dinyatakan naik kelas.
Dalam panduan penilaian BSNP, dijelaskan bahwa secara
teoretik sistem kenaikan kelas semacam ini dapat dilakukan dengan beberapa
pendekatan, yaitu:
1.
Menggunakan
kriteria untuk dapat membedakan antara peserta didik yang sudah dapat mencapai standar
kemampuan minimal dengan peserta didik yang belum mencapai standar kemampuan
minimal. Melalui pendekatan ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka
mengulang bahkan angka putus sekolah, sehingga banyak sekolah memilih cara
dengan menaikkan nilai peserta didik untuk memenuhi standar kemampuan minimal
yang ditetapkan. Meskipun demikian, ada juga sekolah yang menempuh cara lain,
yaitu menurunkan indicator pencapaian kompetensi dasar dengan menurutkan
tingkat kesulitan soal, sehingga semua peserta didik secara semua dianggap
telah mencapai standar minimal.
2.
Menerapkan
prinsip kenaikan kelas secara otomatis. Setiap peserta didik dapat naik kelas
secara otomatis pada setiap akhir tahun pelajaran dengan predikat-predikat
tertentu. Cara ini sangat riskan dalam pengendalian mutu pendidikan, apalagi
bila satuan pendidikan belum menerapkan penjaminan mutu pada setiap tahap
kegiatannya termasuk dalam proses pembelajaran.
3.
Menggunakan
bentuk perpaduan dari dua pendekatan tersebut. Artinya, peserta didik pada
prinsipnya bias naik kelas secara otomatis pada setiap akhir tahun pelajran,
tetapi harus mengulang atau memperbaiki sejumlah mata pelajaran yang dianggap
belum memenuhi standar kemampuan minimal. Meskipun cukup bagus, tetapi hal ini
sulit dilakukan dalam sistem tradisonal karena keterbatasan kuantitas dan
kualitas guru. Di samping itu, guru juga dituntut untuk bekerja ekstra, baik
dalam perubahan perencanaan, penjadwalan, kegiatan sekolah, pendanaan maupun
manajemennya.
Untuk
meminimalkan sistem kenaikan kelas ini, maka dikeluarkanlah Peraturan
Pemerintah No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi dan standar kompetensi lulusan
yang merupakan landasan strategis dalam mengendalikan penjaminan mutu
pendidikan secara nasional. Berdasarkan peraturan ini kemudian diadakanlah sistem
ujian kenaikan kelas yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
dengan tujuan untuk meminimalkan keragaman mutu pendidikan antar sekolah. Untuk
itu, diperlukan adanya pembentukan pusat pengujian pendidikan di tingkat
Kabupaten/Kota yang bersifat independen.
2.7
Teknik Penilaian Menurut BSNP
Untuk memperoleh data
tentang proses dan hasil belajar peserta didik, pendidik dapat menggunakan
berbagai teknik penilaian secara komplementer sesuai dengan kompetensi yang
dinilai. Menurut pedoman umum BSNP, teknik penilaian yang dapat digunakan,
antara lain:
1.
Tes
kinerja. Tes ini dapat menggunakan berbagai bentuk, seperti tes keterampil
tertulis, tes identifikasi, tes simulasi, uji petik kerja, dan sebagainya.
Melalui tes kinerja ini, peserta didik mendemonstrasikan unjuk kerja sebagai
perwujudan kompetensi yang telah dikuasainya.
2.
Demonstrasi.
Teknik ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan data kuantitatif dan
kualitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai
3.
Observasi.
Teknik ini dapat dilakukan secara formal maupun informal. Secara formal,
observasi dilakukan dengan menggunakan
instrument yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan
kemajuan belajar peserta didik. Secara informal, observasi dilakukan oleh
pendidik tanpa menggunakan instrument.
4.
Penugasan.
Teknik ini dapat dilakukan dengan model proyek yang berupa sejumlah kegiatan
yang dirancang, dilakukan dan diselesaikan oleh peserta didik di luar kegiatan
kelas dan harus dilaporkan baik secara tertulis maupun lisan. Penugasan ini
dapat pula berbentuk tugas rumah yang harus diselesaikan peserta didik.
5.
Portofolio.
Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen dan karya-karya peserta
didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat,
perkembangan belajar, dan prestasi belajar.
6.
Tes
tertulis. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara uraian (essay) maupun objektif, seperti: benar-salah, pilihan ganda,
menjodohkan dan melengkapi.
7.
Tes
lisan. Teknik ini menuntut jawaban lisan dari peserta didik. Untuk itu, dalam
pelaksanaannya pendidik harus bertatap muka secara langsung dengan peserta
didik. Pendidik juga harus membuat daftar pertanyaan dan pedoman penskoran.
8.
Jurnal,
yaitu catatan peserta didik selama berlangsungnya proses pembelajaran. Jurnal
berisi deskripsi proses pembelajaran termasuk kekuatan dan kelemahan peserta
didik terkait dengan kinerja ataupun sikap.
9.
Wawancara,
yaitu cara untu memperoleh informasi secara mendaam yang diberikan secara lisan
dan spontan tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik.
10. Inventori, yaitu skala psikologis yang digunakan untuk
mengungkap sikap, minat, dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis
ataupun fenomena yang terjadi.
11. Penilaian diri, yaitu teknik penilaian yang digunakan
agar peserta didik dapat mengemukakan kelebihan dan kekurangan diri dalam
berbagai hal.
12. Penilaian antarteman. Teknik ini dilakukan dengan
meminta peserta didik mengemukakana kelebihan dan kekurangan teman dalam
berbagai hal. Penilaian ini dapat pula berupa sosiomitri untuk mendapat
informasi anak-anak favorit dan anak-anak yang terisolasi dalam kelompoknya.
2.8
Perkembangan dan Permasalahan Ujian Nasional
Ujian nasional yang
dilaksanakan oleh Pemerintah melalui BSNP mempunyai sejarah yang cukup panjang.
Sampai dengan tahun 2000, Pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional) telah
menyelenggarakan apa yang disebut dengan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional
(EBTANAS). Berbagai isu dan kritikan dari masyarakat terus bermunculan silih
berganti, diantaranya:
Pertama, bentuk soal objektif-pilihan
ganda dianggap kurang dapat diyakini untuk mengetahui kemampuan peserta didik
yang sesungguhnya.
Kedua, hampir setiap kali
penyelenggaraan EBTANAS terjadi kebocoran soal, sehingga hasilnya dianggap
kurang objektif.
Ketiga, nilai EBTANAS murni
merupakan satu-satunya alat seleksi untuk masuk ke jenjang pendidikan
berikutnya, sehingga terkesan seolah-olah proses dan hasil belajar yang
ditempuh oleh peserta didik selama enam tahun di SD/MI dan tiga tahun di SLTP
hanya ditentukan oleh satu kali EBTANAS.
Keempat, penyelenggaraan EBTANAS
memerlukan biaya yang sangat besar, tidak sebanding dengan manfaat hasil
EBTANAS.
Berdasarkan
kritikan-kritikan tersebut di atas dan masukan-masukan dari berbagai pihak yang
terkait, akhirnya pemerintah menghapus EBTANAS untuk SD, SDLB, SLB tingkat
dasar, dan MI dengan SK.Mendiknas Nomor 011/U/2002 tanggal 28 Januari 2002.
Tindakan ini dilakukan atas beberapa pertimbangan program Pemerintah, seperti
(1) program WAJAR DIKDAS 9 tahun, (2) jumlah SD sangat besar dan lokasinya
tersebar sampai ke daerah pelosok dan terpencil, sehingga biaya penyelenggaraan
EBTANAS untuk SD menjadi sangat besar, (3) mobalitas lulusan SD belum tinggi.
Selanjutnya, Mendiknas
mengeluarkan SK.No047/U/2002 tanggal 04 April 2002 yang berisi pernyataan bahwa
istilah EBTANAS untuk SLTP, SLTPLB, SMU, SMLB, MA, dan SMK diganti dengan Ujian
Akhir Nasional (UAN). Ada tiga tujuan pokok penyelenggaraan UAN, yaitu untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik; untuk mengukur tingkat
pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah; untuk
mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah kepada masyarakat. Dalam SK tersebut pada
pasal 3 juga dikemukakan fungsi UAN sebagai berikut:
1.
Alat
pengendali mutu pendidikan secara nasional. Melalui penyelenggaraan UAN
diharapkan mutu pendidikan nasional dapat dikendalikan. UAN tidak dapat
digunakan untuk pengelompokan sekolah bermutu dan sekolah yang kurang bermutu,
karena akan semakin memperlebar jurang pemisah mutu sekolah yang secara
nasional mamang rentang variasi mutu sekolah ini sudah sangat panjang.
2.
Mendorong
peningkatan mutu pendidikan. Penyelenggaraan UAN diharapkan dapat memotivasi
sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan berusaha untuk mencapai hasil
UAN secara optimal.
3.
Bahan
pertimbangan untuk menentukan tamat belajar dan predikat prestasi peserta
didik. UAN dijadikan bahan pertimbangan penentuan kelulusan dan penentuan
predikat prestasi peserta didik. UAS menjadi Kriteria yang akurat dan berlaku
nasional untuk menentukan predikat dan prestasi peserta didik.
4.
Pertimbangan
dalam seleksi penerimaan siswa baru pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Butir-butir soal UAN sudah disusun untuk mampu membedakan antara peserta didik
yang telah memnuhi standar kompetensi dengan yang belum menguasai standar
kompetensi. Dengan demikian, akan sangat tepat bila digunakan juga untuk
mengetahui potensi calon peserta didik untuk mengikuti pembelajaran di sekolah
yang dipilihnya.
Sebagaimana
dalam penyelenggaraan EBTANAS, maka dalam penyelenggaraan UAN pun mendapat
kritikan dari berbagai kalangan masyarakat, antara lain:
1.
Sebagian
besar anggota legislatif (DPR-RI) sangat keberatan terhadap pelaksanaan UAN,
karena usulan anggaran UAN terlalu besar dan menghambur-hamburkan biaya.
Permasalahan ini memang bersifat administratif, tetapi justru hal ini
menunjukkan bahwa konsep UAN terlalu melambung dan tidak fokus, serta strategi
pelaksanaan UAN yang tidak praktis. Akibatnya, pos anggaran UAN terlalu melebar
dan besar.
2.
Dalam
UU.No.23/2003 tentang SISDIKNAS Bab XVI Bagian Kesatu Pasal 58 Ayat (1)
dijelaskan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik
untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan, sedangkan UAN dilaksanakan oleh Pemerintah melaliui
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Dengan demikian, UAN
dianggap bertentangan dengan undang-undang tersebut di atas. Pelaksanaan UAN
juga belum mempunyai landasan hukum yang kuat, karena Peraturan Pemerintah (PP)
yang mengatur tentang hal tersebut belum diterbitkan.
3.
Sebenarnya,
keinginan Pemerintah untuk melaksanakan UAN boleh-boleh saja dan disambut
positif oleh masyarakat, tetapi fungsinya bukan untuk menentukan kelulusan
peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan atau juga sebagai dasar
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, melainkan untuk memperbaiki sistem
pendidikan dasar atau menengah secara nasional, pemetaan mutu program dan/atau
satuan pendidikan, memotivasi kepala sekolah, pendidik, peserta didik, dan
orang tua dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran. Jika UAN tetap berfungsi
untuk menentukan kelulusan, maka akan timbul pertanyaan dari orang tua siswa, untuk
apa mengikuti pendidikan di SD/MI selama enam tahun, SLTP tiga tahun, dan SLTA
tiga tahun jika kenyataannya kelulusan hanya ditentukan oleh satu kali UAN
dengan beberapa mata pelajaran”.
4.
Sistem
konversi skor yang digunakan dalam pelaksanaan UAN dianggap merugikan peserta
didik, karena memotong skor anak pandai untuk diberikan kepada peserta didik
yang kurang pandai.
Berdasarkan
kritikan-kritikan tersebut, maka Mardapi dalam Endang Poerwanti (2008)
mengemukakan hasil penelitiannya tentang pelaksanaan UAN, di antaranya:
1.
Dalam
penyelenggaraan UAN hendaknya:
a.
Mengikutsertakan
daerah dalam penyusunan soal;
b.
Biaya
ujian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah;
c.
Peningkatan
kualitas soal;
d.
Peningkatan
objektivitas sistem skoring;
e.
Peningkatan
keamanan soal;
f.
Pengamanan
koreksi silang antar sekolah yang setingkat;
g.
Pengiriman
hasil UAN sesegara mungkin;
h.
Pemenuhan
fasilitas minimum dalam penyelenggaraan UAN.
2.
Diperlukan
adanya pelatihan penyusunan soal bagi guru daerah untuk meningkatkan kualitas
soal ujian.
3.
Perlunya
inovasi dalam pembelajaran dengan menggunakan berbagai media untuk meningkatkan
motivasi dan minat siswa dalam mempelajari materi yang dianggap sulit.
4.
Analisis
UAN secara terperinci sesegera mungkin disampaikan ke sekolah agar informasi
tentang pokok bahasan atau materi yang sulit dapat diketahui pihak sekolah dan
para guru dapat mengambil strategi untuk mengatasinya.
5.
Sosialisasi
dan informasi UAN perlu dilakukan seawal mungkin yang meliputi kisi-kisi ujian
(standar kompetensi lulusan), bentuk soal ujian, proses penskoran, kriteria
kelulusanya sehingga sekolah maupun siswa dapat lebih mempersiapkan diri
menghadapi UAN.
6.
Pemerintah
perlu membantu fasilitas dan peralatan yang memadai dalam pelaksanaan ujian
sehingga mata pelajaran yang memerlukan media tertentu dapat dilaksanakan
sesuai dengan tujuan UAN.
7.
Pemerintah
perlu membantu fasilitas dan peralatan yang memadai dalam pelaksanaan ujian
sehingga, mata pelajaran yang memerlukan media tertentu dapat dilaksanakan
sesuai dengan tujuan UAN.
Mengingat
begitu gencarnya kritikan terhadap UAN, maka dikeluarkanlah Peraturan
Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan, terutama pada
pasal 66 sampai dengan pasal 72 yang menyangkut tentang Ujian Nasional (UN) dan
pasal 73 sampai dengan pasal 77 tentang BSNP. Dengan kata lain, untuk
menyelenggarakan ujian nasional tersebut, maka Menteri Pendidikan Nasional
membentuk suatu badan yang bersifat mandiri dan independen yang disebut Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pada tahun 2006/2007 mulai dilaksanakan UN
yang diperkuat oleh Permendiknas No.22/2006 tentang Standar Isi Permendiknas
No.23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Permendiknas No.45 Tahun 2006.
Namun demikian, masih banyak masyarakat yang bingung dengan PP No.19/2005.
Misalnya, dalam pasal 68 ditegaskan bahwa hasil UN digunakan sebagai dasar
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya dan penentuan kelulusan peserta
didik dari program dan/atau satuan pendidikan. Artinya, jika peserta didik
tidak lulus UN meskipun sudah mengulang, maka dia tidak mungkin menyelesaikan
pendidikan dasar Sembilan tahun yang menjadi haknya. Hal ini berarti
bertentangan dengan UU.No.20/2003 pasal 6 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar. Pendidikan dasar ini sudah ditentukan oleh pemerintah, yaitu
selama sembilan tahun yang dikenal dengan Wajar Diknas 9 tahun, yaitu 6 tahun
di SD atau yang sederajat dan 3 tahun di SLTP.
PP.No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
mendapat kritikan dari berbagai pihak. S.Hamid Hasan, misalnya, salah seorang
guru besar Universitas Pendidikan Indonesia mengungkapkan dalam tulisannya di
H.U.Pikiran Rakyat tanggal 04 Februari 2006 halaman 30 dengan judul “Mau Ke
mana ujian Nasional?”. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah mengapa PP.No.19/2005
menentapkan UN hanya berkenaan dengan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi? Menurut Hasan, penilaian
pencapaian kompetensi untuk kelompok mata pelajaran ini hanya mengakomodasi
penilaian terhadap sebagian kecil pencapaian tujuan pendidikan nasional. Jika
argumentasinya bahwa aspek lain dari tujuan pendidikan nasional diuji dalam
ujian sekolah, mengapa kedudukan UN sangat khusus, sehingga ia diatur secara
khusus, dan menjadi persyaratan khusus kelulusan. Ini merupakan masalah UN yang
sangat kritikal, karena tujuan pendidikan nasional sampai saat sekarang tidak
dijadikan kriteria untuk menilai keberhasilan pendidikan dan mutu pendidikan.
Barangkali sudah saatnya rumusan tujuan pendidikan dijadikan dasar dalam
penilaian hasil pendidikan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh S.Hamid Hasan
bahwa di banyak negara di dunia ini perpindahan, promosi atau melanjutkan
pelajaran dari satu sekolah ke sekolah lain yang masuk bagian pelaksana
pendidikan dasar ataupun wajib belajar tidak dilakukan melalui suatu ujian
sekolah atau UN seperti yang dipersyaratkan PP.No.19/2005. Oleh karena itu,
permasalahan yang dikemukakan pada bagian ini memang tidak muncul di
negara-negara tersebut, karena sudah dianggap menjadi kewajiban Pemerintah
untuk menyediakan tempat dan cara bagi mereka untuk menyelesaikan pendidikan
dasar.
Ketika Ujian Nasional mulai dilaksanakan
pada tahun 2006/2007, muncul lagi persoalan baru, yaitu ketidakseragaman
sekolah menggunakan kurikulum. Di suatu
sekolah (terutama di kelas tertentu) masih menggunakan kurikulum 1994, ada juga
yang sudah melaksanakan kurikulum 2004 (KBK), bahkan ada sekolah yang sudah
mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Untuk mengatasi
masalah ini, maka pemerintah mengambil suatu kebijakan materi soal UN diambil
dan bersumber dari ketiga kurikulum
tersebut. Berikut akan dikemukakan beberapa kritikan, komentar, dan
permasalahan tentang UN dan perlu segera dicarikan solusinya, yaitu:
1.
Setiap
kali pelaksanaan ujian nasional atau apapun namanya selalu saja ada peserta
didik yang kurang siap, baik fisik maupun mentalnya. Ada yang pingsan ketika
sedang mengikuti UN, ada yang sakit, ada yang stress, bahkan ada pula yang
sampai gantung diri, terutama setelah peserta didik dinyatakan tidak lulus UN.
Memang hal seperti ini tidak dapat digenerelesasikan, karena bersifat
kasuistik, tetapi bukan berarti dibiarkan begitu saja. Masih ada imej yang
negatif dari peserta didik bahwa seolah-olah UN merupakan sesuatu yang
menakutkan. Oleh sebab itu, Pemerintah harus terus melakukan sosialisasi dengan
berbagai pendekatan untuk menghilangkan imej negatif tersebut sehingga peserta
didik menjadi akrab dengan UN. Bagaimana mungkin UN dapat memberikan motivasi
kepada peserta didik, bila peserta didik selalu diselimuti rasa ketakutan yang
berlebihan.
2.
Mutu
hasil pendidikan berupa produk cenderung digunakan sebagai indikator
keberhasilan dan kualitas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dalam suatu
periode. Padahal, produk berupa angka, peringkat, indeks prestasi, atau hasil UN
dinilai belum bisa memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai mutu
pendidikan. M.Surya dalam Seminar Nasional Pendidikan tanggal 03 Agustus 2008
di GOR Tri Lomba Juang Bandung mengatakan “kita harus melihat semua anak
sebagai peserta didik yang berhak dinilai mutu pendidkannya dari sudut pandang
holistik, yaitu kualitas kepribadian dan kontribusi untuk lingkungan, bukan
menyisihkan mereka yang UN-nya rendah dan mengistimewakan mereka yang UN-nya
tinggi”. Menurut Surya, “dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan
mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil secara menyeluruh”. Dalam
konteks hasil, mutu pendidikan dilihat dari jenjang produk seperti angka-angka.
Memang secara kuantitas peserta banyak yang naik kelas dan lulus ujian, tetapi secara
kualitas standar nasional pendidikan di Indonesia jauh ketinggalan dari
negara-negara berkembang lainnya. Sejak diterapkannya kurikulum 2004, maka
sistem penilaian menggunakan penilaian berbasis kelas (classroom-based assessment) dengan pendekatan acuan patokan (criterion-referenced). Tentu banyak
peserta didik dan orang tua merasa terkejut, karena peserta didik harus
memiliki nilai “nilai minimal” sebagai patokan atau kriteria kelulusan dari
satuan pendidikan tertentu. Setiap tahun kriteria minimal tersebut terus
dinaikkan oleh Pemerintah. Permasalahannya adalah mengingat wilayah Indonesia
memiliki kondisi geografis yang berbeda, dan antara provinsi satu dengan yang
lainnya mempunyai daya serap kurikulum yang berbeda, maka perlu dicarri
alternatif lain untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan
tertentu.
3.
Sebagai
dampak dari ketentuan”nilai minimal” di atas, maka hampir setiap tahun
pelaksanaan Ujian Nasional sering terjadi (a) kebocoran soal, artinya soal
sudah diketahui peserta didik sebelum UN dimulai, (b) keterlambatan sekolah
menyampaikan atau menyerahkan lembar jawaban UN ke panitia atau ke Dinas
Pendidikan kabupaten/kota. Diduga lembar jawaban tersebut sedang diperbaiki
oleh oknum guru (c) banyak oknum kepala sekolah dan guru yang sengaja membantu
peserta didik menjawab soal UN melalui berbagai cara, seperti memberikan kunci
jawaban melalui SMS secara berantai, menempelkan kunci jawaban di toilet dan
sebagainya. Hal ini memberikan gambaran bahwa adanya perubahan atau pergeseran
makna tentang penilaian atau ujian itu sendiri. Seharusnya penilaian merupakan
cermin kemampuan diri, tetapi justru menjadi tujuan. Di samping itu, pada kelas
akhir di setiap satuan pendidikan terjadi perubahan orientasi proses
pembelajaran. Setiap peserta didik diarahkan untuk mengikuti latihan
mengerjakan soal, try-out, bimbingan
khusus dengan guru, dan lain-lain dalam rangka persiapan UN. Mungkin hal itu
terjadi karena fungsi UN sangat mutlak, teruttama sebagai dasar seleksi masuk
jenjang pendidikan berikutnya dan penentuan kelulusan peserta didik dari
program dan/atau satuan pendidikan. Mengingat UN, sudah mempunyai landasan
hukum yang kuat, maka kepada semua pihak yang terkait, seperti kepala sekolah,
guru, orang tua, dan peserta didik untuk mengarahkan semua kegiatan
pembelajaran dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi Kelulusan.
Berdasarkan kritikan dan masukan dari masyarakat
tentang UN dan memperhatikan pulaprogram wajib belajar pendidikan dasar
Sembilan tahun, maka sejak tahun 2008/2009 dilaksanakan Ujian Akhir Sekolah
Bertaraf Nasional (UAS-BN) untuk Sekolah
Dasar dan yang sederajat. Maksudnya, pembuatan soal dilakukan oleh guru-guru SD
di bawah bimbingan dan pengarahan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah serta BSNP.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal.
2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA
Komentar
Posting Komentar